Rabu, 15 Mei 2013

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK(OMSK)





Anatomi Fisiologi Telinga



Dibagi dalam 3 bagian : telinga luar, telinga tengah. dan telinga dalam
Telinga Luar
Terdiridari: aurikula dan meatus akustikus eksternus (MAE) atau liang telinga luar
MAE terletak antara aurikula dan membrana timpani, seluruhnya dilapisi kulit dengan rambut, kelenjar sebasea,kelenjar apokrin(seruminosa)
Dipisahkan dengan telinga tengah oleh membrana timpani

Telinga tengah
Sebuah rongga
Dinding lateralnya membran timpani, dinding medialnya permukaan luar telinga dalam
Dibentuk  3 buah telinga kecil: malleus, inkus, stapes
Rongga ini berhububungan dengan nasofaring melalui tuba eustachii

Telinga dalam/labirin
Terdirisari: sistem saluran yang tidak beraturan (labirin membranosa) yang dibatasi oleh tulang (labirin tulang)
Labirin tulang dibagi vestibulum, koklea, & kanalis semisirkularis
Labirin tulang berisi perilimfe
Labirin membranosa berisikan endolimfe

  Ø   Pengertian
            Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran (Kapita Selekta, 2000).

            Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.

            Otitis media kronis adalah perforasi yang perforasi yang parmanen dari membrana timpani, dengan atau tidak dengan perubahan permanen pada telinga tengah (www.merck.com, 2004).

 Ø   Etiologi
          
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain:

1.      Gangguan fungsi tuba eustacius yang kronis akibat:
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis dan berulang
b. Obstruksi anatomik tuba eustacius parsial atau total
2.      Perforasi membran timpani yang menetap.
3.      Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.
4.      Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulai atau timpano-sklerosis.
5.      Terdapat daerah-daerah osteomielitis persisten di mastoid.
6.      Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
OMSK tipe aman (tipe mukosa/benigna) = Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang dan perforasinya terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma.
OMSK tipe bahaya (tipe tulang/maligna), Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna yaitu OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe ini terletak di marginal atau di atik, kadang-kadang juga terdapat kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi timbul pada OMSK tipe ini.  
Berdasarkan secret yang keluar maka dikenal juga 2 jenis OMSK yaitu:
OMSK tipe aktif
            OMSK tipe aktif merupakan OMSK dengan secret yang keluar dari kavum timpani           secara aktif.


2.      OMSK tipe tenang
OMSK tipe tenang merupakan keadaan dimana kavum timpani terlihat basah atau kering.

 Ø   Patofisiologi

 Ø   Tanda dan Gejala
            Keluhan utama dapat berupa :
Gangguan pendengaran/pekak.
Suara berdenging/berdengung (tinitus)
Rasa pusing yang berputar (vertigo).
Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)
Keluar cairan dari telinga (otore)

Ø   Penatalaksanaan

            Prinsip pengobatan OMSK adalah:
1.       Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2.       Pemberian antibiotika:
a.       Topikal antibiotik ( antimikroba)
            Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni. Bubuk telinga yang digunakan seperti:
Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
Terramycin
Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid
      sistemik antibiotik
            Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:
Pseudomonas                   : Aminoglikosida ± karbenisilin
P. mirabilis                        : Ampisilin atau sefalosforin
P. morganii, P. vulgaris      : Aminoglikosida ± Karbenisilin
Klebsiella                          : Sefalosforin atau aminoglikosida
E. coli                               : Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus                         : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus                    : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis                             : Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.


 Ø   Pemeriksaan diagnostik

            Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut :
1.      Pemeriksaan Audiometri
            Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2.      Pemeriksaan Radiologi.

            Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.

 Ø   Prognosis
                Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan. Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi yang serius (Fung, 2004).

 Ø   Komplikasi
- Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian.
- Mastuiditis
- Cholesteatoma
- Abses apidural (peradangan disekitar otak)
- Paralisis wajah
- Labirin titis
(Fung, 2004)

 Ø   Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
2.      Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
3.      Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.

 Ø   Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :

Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
Intervensi Keperawatan :
1. Dapatkan apa metode komunikasi yang dinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang    digunakan oleh staf dan klien, seperti : Tulisan, Berbicara, Bahasa isyarat.

2. Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan keras).Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu. dan Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
Jika klien dapat membaca ucapan : Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas., Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien dengan Minimalkan percakapanT jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis dan Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
3. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
 Bicara dengan jelas, menghadap individu.
 Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
 Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
 Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional :
1. Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2. Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh klien.
3. Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.

Diagnosa 2: Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil.

 Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran samapi pada tingkat fungsional.

Intervensi Keperawatan :
Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).

Rasional :
Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah pendengaran rusak secara permanen.
 Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
Diagnosa 3: Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :

 Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
 Respon klien tampak tersenyum
Intervensi Keperawatan :
Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien.

Rasional :
Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.
Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.



DAFTAR PUSTAKA
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III, FKUI,2000
Fung, K., 2004, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1999. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof.dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006.
Tim Penyususn. 2007. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. FKUI: Jakarta