Anatomi Fisiologi Telinga
Dibagi dalam 3 bagian : telinga luar, telinga tengah. dan
telinga dalam
Telinga Luar
Terdiridari: aurikula dan meatus akustikus eksternus (MAE)
atau liang telinga luar
MAE terletak antara aurikula dan membrana timpani,
seluruhnya dilapisi kulit dengan rambut, kelenjar sebasea,kelenjar
apokrin(seruminosa)
Dipisahkan dengan telinga tengah oleh membrana timpani
Telinga tengah
Sebuah rongga
Dinding lateralnya membran timpani, dinding medialnya
permukaan luar telinga dalam
Dibentuk 3 buah
telinga kecil: malleus, inkus, stapes
Rongga ini berhububungan dengan nasofaring melalui tuba
eustachii
Telinga dalam/labirin
Terdirisari: sistem saluran yang tidak beraturan (labirin
membranosa) yang dibatasi oleh tulang (labirin tulang)
Labirin tulang dibagi vestibulum, koklea, & kanalis
semisirkularis
Labirin tulang berisi perilimfe
Labirin membranosa berisikan endolimfe
Ø Pengertian
Otitis
media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga tengah dengan
perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus
menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau
nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran (Kapita Selekta, 2000).
Otitis
Media Supuratif Kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP) atau
dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronis
ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret
mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.
Otitis
media kronis adalah perforasi yang perforasi yang parmanen dari membrana
timpani, dengan atau tidak dengan perubahan permanen pada telinga tengah
(www.merck.com, 2004).
Ø Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga
tengah supuratif menjadi kronis antara lain:
1. Gangguan
fungsi tuba eustacius yang kronis akibat:
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis dan berulang
b. Obstruksi anatomik tuba eustacius parsial atau total
2. Perforasi
membran timpani yang menetap.
3. Terjadinya
metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga
tengah.
4. Obstruksi
menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat
disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulai atau
timpano-sklerosis.
5. Terdapat
daerah-daerah osteomielitis persisten di mastoid.
6. Faktor-faktor
konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme
pertahanan tubuh.
JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
OMSK tipe aman (tipe mukosa/benigna) = Proses peradangan
pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai
tulang dan perforasinya terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang
menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat
kolesteatoma.
OMSK tipe bahaya (tipe tulang/maligna), Yang dimaksud dengan
OMSK tipe maligna yaitu OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi pada
OMSK tipe ini terletak di marginal atau di atik, kadang-kadang juga terdapat
kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi
timbul pada OMSK tipe ini.
Berdasarkan secret yang keluar maka dikenal juga 2 jenis
OMSK yaitu:
OMSK tipe aktif
OMSK tipe
aktif merupakan OMSK dengan secret yang keluar dari kavum timpani secara aktif.
2. OMSK tipe
tenang
OMSK tipe tenang merupakan keadaan dimana kavum timpani
terlihat basah atau kering.
Ø Patofisiologi
Ø Tanda dan Gejala
Keluhan
utama dapat berupa :
Gangguan pendengaran/pekak.
Suara berdenging/berdengung (tinitus)
Rasa pusing yang berputar (vertigo).
Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)
Keluar cairan dari telinga (otore)
Ø Penatalaksanaan
Prinsip
pengobatan OMSK adalah:
1. Membersihkan
liang telinga dan kavum timpani.
2. Pemberian
antibiotika:
a. Topikal
antibiotik ( antimikroba)
Pemberian antibiotik
secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu,
adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat
tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.Mengingat pemberian obat
topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan
antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur
kuman penyebab dan uji resistesni. Bubuk telinga yang digunakan seperti:
Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
Terramycin
Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas
untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika
topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif,
Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram
positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya
: Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas.
Toksik terhadap ginjal dan telinga.
Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid
sistemik
antibiotik
Pemberian
antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab
kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2
golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi
kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida
dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi
tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik
sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:
Pseudomonas : Aminoglikosida ± karbenisilin
P. mirabilis : Ampisilin atau
sefalosforin
P. morganii, P. vulgaris : Aminoglikosida ±
Karbenisilin
Klebsiella : Sefalosforin atau
aminoglikosida
E. coli : Ampisilin
atau sefalosforin
S. Aureus : penisilin,
sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus : Penisilin, sefalosforin,
eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis : Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan
ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti
pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak
dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim,
seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus
diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk
OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai
efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat
diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK
aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4
minggu.
Ø Pemeriksaan diagnostik
Untuk
melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut :
1. Pemeriksaan
Audiometri
Pada
pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi
dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung
besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim
penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan
pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi
produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga
menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada
fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek
kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang
berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau
test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata
kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO
1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang
pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.
Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif
dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara
dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran
dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga
tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi
berikut bias membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak
lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan
tuli konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang
membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli
bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian
pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur
dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan
tuli campur.
2. Pemeriksaan
Radiologi.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak
sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid
yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi
kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena
memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang
skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari
dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior
telinga tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga
dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang
piramid petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna,
vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam
potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara
longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus
terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk
melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.
Ø Prognosis
Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa
bulan. Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan
penderita tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan
komplikasi yang serius (Fung, 2004).
Ø Komplikasi
- Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya
pandangan atau ketulian.
- Mastuiditis
- Cholesteatoma
- Abses apidural (peradangan disekitar otak)
- Paralisis wajah
- Labirin titis
(Fung, 2004)
Ø Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan
berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
2. Perubahan
persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau
kerusakan di syaraf pendengaran.
3. Cemas
berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri,
hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah
operasi.
Ø Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek
kehilangan pendengaran.
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :
Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi
tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
Intervensi Keperawatan :
1. Dapatkan apa metode komunikasi yang dinginkan dan catat
pada rencana perawatan metode yang
digunakan oleh staf dan klien, seperti : Tulisan, Berbicara, Bahasa
isyarat.
2. Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan
perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik
daripada berbicara dengan keras).Tempatkan klien dengan telinga yang baik
berhadapan dengan pintu. dan Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
Jika klien dapat membaca ucapan : Lihat langsung pada klien
dan bicaralah lambat dan jelas., Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat
menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien
dengan Minimalkan percakapanT jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi
tertulis dan Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah.
Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi
seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan
mengabaikan keberadaan penerjemah.
3. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan
pemahaman.
Bicara dengan jelas,
menghadap individu.
Ulangi jika klien
tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
Gunakan rabaan dan
isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
Validasi pemahaman
individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan
tidak.
Rasional :
1. Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh
klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan
keterbatasan klien.
2. Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien
dapat diterima dengan baik oleh klien.
3. Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan
klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara
tepat.
Diagnosa 2: Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan
obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil.
Klien akan mengalami
peningkatan persepsi/sensoris pendengaran samapi pada tingkat fungsional.
Intervensi Keperawatan :
Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran
secara tepat.
Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman
sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang
lanjut.
Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis
antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).
Rasional :
Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian,
pemakaian serta perawatannya yang tepat.
Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka
pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus
dilindungi.
Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah
pendengaran rusak secara permanen.
Penghentian terapi
antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak
sehingga infeksi akan berlanjut.
Diagnosa 3: Cemas berhubungan dengan prosedur operasi,
diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan
pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Klien mampu
mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
Respon klien tampak
tersenyum
Intervensi Keperawatan :
Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan
kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam
berkomunikasi.
Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah
mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada
klien.
Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang
tersedia yang dapat membantu klien.
Rasional :
Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi
dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa
cemasnya.
Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang
sama akan sangat membantu klien.
Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada
disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III, FKUI,2000
Fung, K., 2004, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1999. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC :
Jakarta.
Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H.
Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof.dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT
(editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006.
Tim
Penyususn. 2007. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala &
Leher. FKUI: Jakarta