Rabu, 15 Mei 2013

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK(OMSK)





Anatomi Fisiologi Telinga



Dibagi dalam 3 bagian : telinga luar, telinga tengah. dan telinga dalam
Telinga Luar
Terdiridari: aurikula dan meatus akustikus eksternus (MAE) atau liang telinga luar
MAE terletak antara aurikula dan membrana timpani, seluruhnya dilapisi kulit dengan rambut, kelenjar sebasea,kelenjar apokrin(seruminosa)
Dipisahkan dengan telinga tengah oleh membrana timpani

Telinga tengah
Sebuah rongga
Dinding lateralnya membran timpani, dinding medialnya permukaan luar telinga dalam
Dibentuk  3 buah telinga kecil: malleus, inkus, stapes
Rongga ini berhububungan dengan nasofaring melalui tuba eustachii

Telinga dalam/labirin
Terdirisari: sistem saluran yang tidak beraturan (labirin membranosa) yang dibatasi oleh tulang (labirin tulang)
Labirin tulang dibagi vestibulum, koklea, & kanalis semisirkularis
Labirin tulang berisi perilimfe
Labirin membranosa berisikan endolimfe

  Ø   Pengertian
            Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah infeksi kronik telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan keluarnya sekret dari telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening, atau nanah. Biasanya disertai gangguan pendengaran (Kapita Selekta, 2000).

            Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) dahulu disebut otitis media perforata (OMP) atau dalam sebutan sehari-hari congek. Yang disebut otitis media supuratif kronis ialah infeksi kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah.

            Otitis media kronis adalah perforasi yang perforasi yang parmanen dari membrana timpani, dengan atau tidak dengan perubahan permanen pada telinga tengah (www.merck.com, 2004).

 Ø   Etiologi
          
Faktor-faktor yang menyebabkan penyakit infeksi telinga tengah supuratif menjadi kronis antara lain:

1.      Gangguan fungsi tuba eustacius yang kronis akibat:
a. Infeksi hidung dan tenggorok yang kronis dan berulang
b. Obstruksi anatomik tuba eustacius parsial atau total
2.      Perforasi membran timpani yang menetap.
3.      Terjadinya metaplasia skuamosa atau perubahan patologik menetap lainnya pada telinga tengah.
4.      Obstruksi menetap terhadap aerasi telinga tengah atau rongga mastoid. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan parut, penebalan mukosa, polip, jaringan granulai atau timpano-sklerosis.
5.      Terdapat daerah-daerah osteomielitis persisten di mastoid.
6.      Faktor-faktor konstitusi dasar seperti alergi, kelemahan umum atau perubahan mekanisme pertahanan tubuh.

JENIS OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK)
OMSK tipe aman (tipe mukosa/benigna) = Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja dan biasanya tidak mengenai tulang dan perforasinya terletak di sentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma.
OMSK tipe bahaya (tipe tulang/maligna), Yang dimaksud dengan OMSK tipe maligna yaitu OMSK yang disertai dengan kolesteatoma. Perforasi pada OMSK tipe ini terletak di marginal atau di atik, kadang-kadang juga terdapat kolesteatoma pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi timbul pada OMSK tipe ini.  
Berdasarkan secret yang keluar maka dikenal juga 2 jenis OMSK yaitu:
OMSK tipe aktif
            OMSK tipe aktif merupakan OMSK dengan secret yang keluar dari kavum timpani           secara aktif.


2.      OMSK tipe tenang
OMSK tipe tenang merupakan keadaan dimana kavum timpani terlihat basah atau kering.

 Ø   Patofisiologi

 Ø   Tanda dan Gejala
            Keluhan utama dapat berupa :
Gangguan pendengaran/pekak.
Suara berdenging/berdengung (tinitus)
Rasa pusing yang berputar (vertigo).
Rasa nyeri di dalam telinga (Otalgia)
Keluar cairan dari telinga (otore)

Ø   Penatalaksanaan

            Prinsip pengobatan OMSK adalah:
1.       Membersihkan liang telinga dan kavum timpani.
2.       Pemberian antibiotika:
a.       Topikal antibiotik ( antimikroba)
            Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni. Bubuk telinga yang digunakan seperti:
Acidum boricum dengan atau tanpa iodine
Terramycin
Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg
Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK aktif yang dikombinasi dengan pembersihan telinga. Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik terhadap ginjal dan susunan saraf.
Neomisin
Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus, Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid
      sistemik antibiotik
            Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut. Antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam. Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah:
Pseudomonas                   : Aminoglikosida ± karbenisilin
P. mirabilis                        : Ampisilin atau sefalosforin
P. morganii, P. vulgaris      : Aminoglikosida ± Karbenisilin
Klebsiella                          : Sefalosforin atau aminoglikosida
E. coli                               : Ampisilin atau sefalosforin
S. Aureus                         : penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
Streptokokus                    : Penisilin, sefalosforin, eritromisin, aminoglikosida
B. fragilis                             : Klindamisin
Antibiotika golongan kuinolon (siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK. Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.


 Ø   Pemeriksaan diagnostik

            Untuk melengkapi pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagaiberikut :
1.      Pemeriksaan Audiometri
            Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah. Paparela, Brady dan Hoel (1970) melaporkan pada penderita OMSK ditemukan tuli sensorineural yang dihubungkan dengan difusi produk toksin ke dalam skala timpani melalui membran fenstra rotundum, sehingga menyebabkan penurunan ambang hantaran tulang secara temporer/permanen yang pada fase awal terbatas pada lengkung basal kohlea tapi dapat meluas kebagian apek kohlea. Gangguan pendengaran dapat dibagi dalam ketulian ringan, sedang, sedang berat, dan ketulian total, tergantung dari hasil pemeriksaan ( audiometri atau test berbisik). Derajat ketulian ditentukan dengan membandingkan rata-rata kehilangan intensitas pendengaran pada frekuensi percakapan terhadap skala ISO 1964 yang ekivalen dengan skala ANSI 1969. Derajat ketulian dan nilai ambang pendengaran menurut ISO 1964 dan ANSI 1969.

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran
Normal : -10 dB sampai 26 dB
Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 dB
Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB
Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB
Tuli total : lebih dari 90 dB.
Evaluasi audimetri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bias membantu :
1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 15-20 dB
2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli konduktif30-50 dB apabila disertai perforasi.
3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.
Pemeriksaan audiologi pada OMSK harus dimulai oleh penilaian pendengarandengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan maskingadalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli campur.

2.      Pemeriksaan Radiologi.

            Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilaidiagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah :
1. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dariarah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.
2. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akantampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.
3. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosusdan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibatkolesteatom.
4. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.

 Ø   Prognosis
                Biasanya OMC berespon terhadap terapi dapat terjadi dalam beberapa bulan. Biasanya kerusakan bukan merupakan suatu ancaman bagi kehidupan penderita tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan dan dapat berakhir dengan komplikasi yang serius (Fung, 2004).

 Ø   Komplikasi
- Kerusakan yang permanen dari telinga dengan berkurangnya pandangan atau ketulian.
- Mastuiditis
- Cholesteatoma
- Abses apidural (peradangan disekitar otak)
- Paralisis wajah
- Labirin titis
(Fung, 2004)

 Ø   Diagnosa Keperawatan

1.      Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
2.      Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
3.      Cemas berhubuangan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.

 Ø   Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1: Gangguan berkomunikasi berhubungan dengan efek kehilangan pendengaran.
Tujuan : Gangguan komunikasi berkurang / hilang.
Kriteria hasil :

Klien akan memakai alat bantu dengar (jika sesuai).
Menerima pesan melalui metoda pilihan (misal : komunikasi tulisan, bahasa lambang, berbicara dengan jelas pada telinga yang baik.
Intervensi Keperawatan :
1. Dapatkan apa metode komunikasi yang dinginkan dan catat pada rencana perawatan metode yang    digunakan oleh staf dan klien, seperti : Tulisan, Berbicara, Bahasa isyarat.

2. Kaji kemampuan untuk menerima pesan secara verbal.
Jika ia dapat mendegar pada satu telinga, berbicara dengan perlahan dan dengan jelas langsung ke telinga yang baik (hal ini lebih baik daripada berbicara dengan keras).Tempatkan klien dengan telinga yang baik berhadapan dengan pintu. dan Dekati klien dari sisi telinga yang baik.
Jika klien dapat membaca ucapan : Lihat langsung pada klien dan bicaralah lambat dan jelas., Hindari berdiri di depan cahaya karena dapat menyebabkan klien tidak dapat membaca bibi anda.
Perkecil distraksi yang dapat menghambat konsentrasi klien dengan Minimalkan percakapanT jika klien kelelahan atau gunakan komunikasi tertulis dan Tegaskan komunikasi penting dengan menuliskannya.
Jika ia hanya mampu bahasa isyarat, sediakan penerjemah. Alamatkan semua komunikasi pada klien, tidak kepada penerjemah. Jadi seolah-olah perawat sendiri yang langsung berbicara kepada klien dnegan mengabaikan keberadaan penerjemah.
3. Gunakan faktor-faktor yang meningkatkan pendengaran dan pemahaman.
 Bicara dengan jelas, menghadap individu.
 Ulangi jika klien tidak memahami seluruh isi pembicaraan.
 Gunakan rabaan dan isyarat untuk meningkatkan komunikasi.
 Validasi pemahaman individu dengan mengajukan pertanyaan yang memerlukan jawaban lebih dari ya dan tidak.
Rasional :
1. Dengan mengetahui metode komunikasi yang diinginkan oleh klien maka metode yang akan digunakan dapat disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan klien.
2. Pesan yang ingin disampaikan oleh perawat kepada klien dapat diterima dengan baik oleh klien.
3. Memungkinkan komunikasi dua arah anatara perawat dengan klien dapat berjalan dnegan baik dan klien dapat menerima pesan perawat secara tepat.

Diagnosa 2: Perubahan persepsi/sensoris berhubungan dnegan obstruksi, infeksi di telinga tengah atau kerusakan di syaraf pendengaran.
Tujuan : Persepsi / sensoris baik.
Kriteria hasil.

 Klien akan mengalami peningkatan persepsi/sensoris pendengaran samapi pada tingkat fungsional.

Intervensi Keperawatan :
Ajarkan klien untuk menggunakan dan merawat alat pendengaran secara tepat.
Instruksikan klien untuk menggunakan teknik-teknik yang aman sehingga dapat mencegah terjadinya ketulian lebih jauh.
Observasi tanda-tanda awal kehilangan pendengaran yang lanjut.
Instruksikan klien untuk menghabiskan seluruh dosis antibiotik yang diresepkan (baik itu antibiotik sistemik maupun lokal).

Rasional :
Keefektifan alat pendengaran tergantung pada tipe gangguan/ketulian, pemakaian serta perawatannya yang tepat.
Apabila penyebab pokok ketulian tidak progresif, maka pendengaran yang tersisa sensitif terhadap trauma dan infeksi sehingga harus dilindungi.
Diagnosa dini terhadap keadaan telinga atau terhadap masalah-masalah pendengaran rusak secara permanen.
 Penghentian terapi antibiotika sebelum waktunya dapat menyebabkan organisme sisa berkembang biak sehingga infeksi akan berlanjut.
Diagnosa 3: Cemas berhubungan dengan prosedur operasi, diagnosis, prognosis, anestesi, nyeri, hilangnya fungsi, kemungkinan penurunan pendengaran lebih besar setelah operasi.
Tujuan : Rasa cemas klien akan berkurang/hilang.
Kriteria hasil :

 Klien mampu mengungkapkan ketakutan/kekuatirannya.
 Respon klien tampak tersenyum
Intervensi Keperawatan :
Jujur kepada klien ketika mendiskusikan mengenai kemungkinan kemajuan dari fungsi pendengarannya untuk mempertahankan harapan klien dalam berkomunikasi.
Berikan informasi mengenai kelompok yang juga pernah mengalami gangguan seperti yang dialami klien untuk memberikan dukungan kepada klien.
Berikan informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu klien.

Rasional :
Menunjukkan kepada klien bahwa dia dapat berkomunikasi dengan efektif tanpa menggunakan alat khusus, sehingga dapat mengurangi rasa cemasnya.
Dukungan dari bebarapa orang yang memiliki pengalaman yang sama akan sangat membantu klien.
Agar klien menyadari sumber-sumber apa saja yang ada disekitarnya yang dapat mendukung dia untuk berkomunikasi.



DAFTAR PUSTAKA
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan, Edisi III, FKUI,2000
Fung, K., 2004, Otitis Media Chronic, http://www.medline.com
Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1999. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC : Jakarta.
Sosialisman & Helmi. Kelainan Telinga Luar dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. Ed. ke-5. dr. H. Efiaty Arsyad Soepardi, Sp.THT & Prof.dr. H. Nurbaiti Iskandar, Sp.THT (editor). Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2006.
Tim Penyususn. 2007. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala & Leher. FKUI: Jakarta


Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer

ASUHAN KEPERAWATAN KANKER PAYUDARA (CA MAMAE) DENGAN NANDA, NOC, NIC


A.  PENGERTIAN

Kanker payudara merupakan penyakit keganasan yang paling banyak menyerang wanita. Penyakit ini disebabkan karena terjadinya pembelahan sel-sel tubuh secara tidak teratur sehingga pertumbuhan sel tidak dapat dikendalikan dan akan tumbuh menjaadi benjolan tumor (kanker). Apabila tumor ini tidak diambil , dikhawatirkan akan masuk dan menyebar ke dalam jaringan yang sehat. Ada kemungkinan sel-sel tersebut melepaskan diri dan menyebar ke seluruh tubuh. Kanker payudara umumnya menyerang wanita kelompok umur 40-70 tahun, tetapi resiko terus meningkat dengan tajam dan cepat sesuai dengan pertumbahan usia. Kanker payudara jarang terjadi pada usia dibawah 30 tahun.

B.   ETIOLOGI

Sebab keganasan pada payudara masih belum jelas, tetpi ada beberapa faktor yang berkaitan erat dengan munculnya keganasan payudara yaitu: virus, faktor lingkungan , faktor hormonl dan familial;
  1. Wanita resiko tinggi dari pada pria (99:1)
  2. Usia: resiko tertinggi pada usia diatas 30 tahun
  3. Riwayat keluarga: ada riwayat keluarga Ca Mammae pada ibu/saudara perempuan
  4. Riwayat meastrual:
Ø  early menarche (sebelum 12 thun)
Ø  Late menopouse (setelah 50 th)
  1. Riwayat kesehatan: Pernah mengalami/ sedang menderita otipical hiperplasia atau benign proliverative yang lain pada biopsy payudara, Ca. endometrial.
  2. Menikah tapi tidak melahirkan anak
  3. Riwayat reproduksi: melahirkan anak  pertama diatas 35 tahun.
  4. Tidak menyusui
  5. Menggunakan obat kontrasepsi oral yang lama, penggunaan therapy estrogen
  6. Mengalami trauma berulang kali pada payudara
  7. Terapi radiasi; terpapar dari lingkungan yang terpapar karsinogen
  8. Obesitas
  9. Life style: diet tinggi lemak, mengkomsumsi alcohol (minum 2x sehari), merokok.
  10. Stres hebat.

C.  PATOFISIOLOGI  PENYAKIT

Untuk dapat menegakkan dignosa kanker dengan baik, terutama untuk melakukan pengobatan yang tepat, diperlukan pengetahuan tentang proses terjadinya kanker dan perubahan strukturnya. Tumor/neoplasma merupakan kelompok sel yang berubah dengan ciri : proliferasi yang berlebihan dan tak berguna, yang tak mengikuti pengaruh jaringan sekitarnya. Proliferasi abnormal  sel kanker akan menggangu fungsi jaringan normal dengan menginfiltrasi dan memasukinya dengan cara menyebarkan anak sebar ke organ-organ yang jauh. Di dalam sel tersebut telah terjadi perubahan secara biokimiawi  terutama dalam intinya. Hampir semua tumor ganas tumbuh dari suatu sel yang mengalami transformasi maligna dan berubah menjadi sekelompok sel ganas diantara sel normal.
Proses jangka panjang terjadinya kanker ada 4 fase, yaitu:
  1. Fase induksi 15 – 30 tahun
Kontak dengan bahan karsinogen membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai dapat merubah jaringan displasia menjadi tumor ganas.
  1. Fase insitu: 5 – 10 tahun
Terjadi perubahan jaringan menjadi lesi “pre concerous” yang bisa ditemukan di serviks uteri, rongga mulut, paru, saluran cerna, kulit dn akhirnya juga di payudara.
  1. Fase invasi: 1 – 5 tahun
Sel menjadi ganas, berkembang biak dan menginfiltrasi melalui membran sel ke jaringan sekitarnya dan ke pembuluh darah sera limfa
  1. Fase desiminasi: 1 - 5 tahun
Terjadi penyebaran ke tempat lain

D. TANDA DAN GEJALA

Penemuan dini kanker payudara masih sulit ditemukan, kebanyakan ditemukan jika sudah teraba oleh pasien.
Tanda – tandanya :
  1. Terdapat massa utuh kenyal, biasa di kwadran atas bagian dalam, dibawah ketiak bentuknya tak beraturan dan terfiksasi
  2. Nyeri di daerah massa
  3. Perubahan bentuk dan besar payudara, Adanya lekukan ke dalam, tarikan dan refraksi pada areola mammae
  4. Edema dengan “peant d’ orange (keriput seperti kulit jeruk)
  5. Pengelupasan papilla mammae

  1. Adanya kerusakan dan retraksi pada area puting,
  2. Keluar cairan abnormal dari putting susu berupa nanah, darah, cairan encer padahal ibu tidak sedang hamil / menyusui.
  3. Ditemukan lessi pada pemeriksaan mamografi

Penentuan Ukuran Tumor, Penyebaran Berdasarkan Kategori  T, N, M
TUMOR SIZE ( T )
  1. Tx: Tak ada tumor
  2. To: Tak dapat ditunjukkan adanya tumor  primer
  3. T1: Tumor dengan diameter , kurang dari 2 cm
  4. T2: Tumor dengan diameter 2 – 5 cm
  5. T3:  Tumor dengan diameter lebih dari 5
  6. T4: Tumor tanpa memandang ukurannya telah menunjukkan perluasan secara langsung ke dinding thorak atau kulit
REGIONAL LIMPHO NODUS ( N )
  1. Nx Kelenjar ketiak tak teraba
  2. No: Tak ada metastase kelenjar ketiak homolateral
  3. N1: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral tapi masih bisa digerakkan
  4. N2: Metastase ke kelenjar ketiak homolateral, melekat terfiksasi satu sama lain atau jaringan sekitrnya
  5. N3: Metastase ke kelenjar homolateral suprklavikuler/ infraklavikuler atau odem lengan
METASTASE JAUH ( M )
  1. Mo: Tak ada metastase jauh
  2. M1: Metastase jauh termasuk perluasan ke dalam kulit di luar payudara

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1.      Pemeriksaan labortorium meliputi:
Ø  Morfologi sel darah
Ø  LED
Ø  Test fal marker (CEA) dalam serum/plasma
Ø  Pemeriksaan sitologis
  1. Test diagnostik lain:
a.       Non invasive;
Ø  Mamografi
Ø  Ro thorak
Ø  USG
Ø  MRI
Ø  PET
b.   Invasif
Ø  Biopsi, ada 2 macam tindakan menggunakan jarum dan 2 macam tindakan pembedahan
Ø  Aspirasi biopsy (FNAB)
Ø  Dengn aspirasi jarum halus , sifat massa dibedakan antar kistik atau padat
Ø  True cut / Care biopsy
Ø  Dilakukan dengan perlengkapan stereotactic biopsy mamografi untuk memandu jarum pada massa
Ø  Incisi biopsy
Ø  Eksisi biopsy
Hasil biopsi dapat digunakan selama 36 jam untuk dilakukan pemeriksaan histologik secara froxen section

F.  KOMPLIKASI

Metastase ke jaringan sekitar mellui saluran limfe (limfogen) ke paru,pleura, tulang dan hati.

G.  PENATALAKSANAAN MEDIS

Ada2 macam yaitu kuratif (pembedahan) dan paliatif (non pembedahan).  Penanganan kuratif dengan pembedahan yang dilakukan secara mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal, tergantung dari luas, besar dan penyebaran kanker.  Penanganan non pembedahan dengan penyinaran, kemoterapi dan terapi hormonal.

H. PROSES KEPERAWATAN PASIEN KANKER PAYUDARA (CA MAMAE)

PENGKAJIAN
Hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kanker payudara adalah reaksi pasien terhadap diagnosis dan kemampuannya untuk mengatasi situasi tersebut.  Pertanyaan yang berhubungan mencakup hal-hal berikut:
§      Bagaimana pasien berespon terhadap diagnosis?
§      Mekanisme koping apa yang pasien temukan paling membantu?
§      Dukungan psikologis atau emosional apa yang digunakan?
§      Apakah ada pasangan, anggota keluarga atau teman untuk membantunya dalam membuat pilihan pengobatan?
§      Bagian informasi mana yang paling penting yang pasien butuhkan?
§      Apakah pasien mengalami ketidaknyamanan?
§      Kurang pengetahuan tentang kanker payudara dan pilihan pengobatan berhubungan dengan kurang paparan sumber informasi
§      Koping tidak efektif berhubungan dengan krisis situasional atau maturasional

J. CARA PENCEGAHAN
1.       Kesadaran SADARI dilakukan setiap bulan.
2.       Berikan ASI pada Bayi.
Memberikan ASIpada bayi secara berkala akan mengurangi tingkat hormone tersebut. Sedangkan kanker payudara berkaitan dengan hormone estrogen.
3.       jika menenmukan gumpalan / benjolan pada payudara segera kedokter.
4.       Cari tahu apakah ada sejarah kanker payudara pada keluarga. Menurut penelitian 10 % dari semua kasus kanker payudara adalah factor gen.
5.       Perhatikan konsumsi alcohol. Dalam penelitian menyebutkan alcohol meningkatkan estrogen.
6.       perhatikan BB, obesitas meningkatkan risiko kanker payudara.
7.       Olah raga teratur. Penelitian menunjukkan bahwa semakin kurang berolah raga, semakin tinggi tingkat estrogen dalam tubuh.
8.       Kurangi makanan berlemak. Gaya hidup barat tertentu nampaknya dapat meningkatkan risiko penyakit.
9.       Usia > 50 th lakukan srening payudara teratur. 80% Kanker payudara terjadi pada usia > 50 th
10.   Rileks / hindari stress berat. Menurunkan tingkat stress akan menguntungkan untuk semua kesehatan secara menyeluruh termasuk risiko kanker payudara.

K. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul:
1.       Nyeri akut / kronis b/d agen injuri fisik
2.       Risiko infeksi b/d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive, penyakit
3.       PK: Perdarahan
4.       Cemas b.d status kesehatan
5.       Deficite Knolage b.d Kurang paparan sumber informasi
6.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis
7.       Sindrom deficite self care b.d nyeri, kelemahan



RENPRA KANKER PAYUDARA


No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
1
Nyeri Akut b/d agen injuri fisik
Setelah dilakukan askep …. jam tingkat kenyamanan klien meningkat, nyeri terkontrol dengan KH:
·   klien melaporkan nyeri berkurang, skala nyeri 2-3
·   Ekspresi wajah tenang & dapat istirahat, tidur.
·   v/s dbn (TD 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 16-20x/mnt).
Manajemen nyeri :
·   Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
·   Observasi  reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan.
·   Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
·   Berikan lingkungan yang tenang
·   Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri.
·   Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
·   Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
·   Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.

Administrasi analgetik :.
·   Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
·   Cek riwayat alergi.
·   Monitor V/S
·   Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
·   Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.

2
Risiko infeksi b/d adanya luka operasi, imunitas tubuh menurun, prosedur invasive
Setelah dilakukan askep …. jam tidak terdapat faktor risiko infeksi dg KH:
·   bebas dari gejala infeksi,
·   angka lekosit normal (4-11.000)
·   V/S dbn
Konrol infeksi :
·    Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
·    Batasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ istirahat yang cukup
·    Anjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien.
·    Gunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.
·    Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
·    Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
·    Pertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
·    Lakukan perawatan luka dan dresing infus,DC setiap hari.
·    Tingkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang adekuat
·    berikan antibiotik sesuai program.

Proteksi terhadap infeksi
·    Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
·    Monitor hitung granulosit dan WBC.
·    Monitor kerentanan terhadap infeksi.
·    Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
·    Inspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
·    Inspeksi keadaan luka dan sekitarnya
·    Monitor perubahan tingkat energi.
·    Dorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.
·    Instruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program.
·    Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.

3
PK: Perdarahan
setelah dilakukan perawatan …..  jam perawat akan mengurangi komplikasi dari perdarahan dg KH:
· perdarahan berkurang.
· HB > /= 10 gr %
·      Pantau tanda dan gejala perdarahan pada luka / luka post operasi.
·      Monitor V/S
·      Pantau laborat Hb, HMT. AT
·      kolaborasi untuk tranfusi bila  terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)
·      Kelola terpi sesuai order
·      Pantau daerah yang dilakukan operasi
·      Lakukan perawatan luka dengan hati-hati dengan menekan daerah luka dengan kassa steril dan tutuplah dengan tehnik aseptic basah-basah / kering-kering sesuai indikasi
·      Pantau keadaan umum secara klinis

4
Cemas b.d status kesehatan
setelah dilakukan perawatan selama ….. jam cemas ps terkontrol dg KH :
· Ps Mengungkapkan cemas berkurang
· Dapat tidur dan rileks
· Pasien kooperatif saat dilakukan tindakan

Penurunan kecemasan
·      Bina Hub. Saling percaya
·      Libatkan keluarga dalam memberikan dukungan / suport mental dan spiritual
·      Jelaskan semua Prosedur tindakan yang akan dilakukan
·      Hargai pengetahuan ps tentang penyakitnya
·      Bantu ps untuk mengefektifkan sumber support
·      Berikan reinfocement untuk menggunakan Sumber Coping yang efektif
5
Deficite Knolage tentang penyakit dan perawatannya b.d Kurang paparan thdp sumber informasi, terbatasnya kognitif
setelah diberikan penjelasan selama …. X pengetahuan klien dan keluarga meningkat dg KH:
· ps mengerti proses penyakitnya dan Program prwtn serta Th/ yg diberikan dg:
· Ps mampu:Menjelaskan kembali tentang apa yang dijelaskan
· Pasien / keluarga kooperatif
Teaching : Dissease Process
·      Kaji  tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
·      Jelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan gejala serta penyebabnya
·      Sediakan informasi tentang kondisi klien
·      Berikan informasi tentang perkembangan klien
·      Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
·      Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
·      Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
·      Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
·      Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
·      Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
·      Anjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada petugas kesehatan
6
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor psikologis

Setelah dilakukan asuhan keperawatan …  jam klien menunjukan status nutrisi adekuat dengan KH:
·      BB stabil
·      tingkat energi adekuat
·      masukan nutrisi adekuat
Manajemen Nutrisi
·      Kaji adanya alergi makanan.
·      Kaji makanan yang disukai oleh klien.
·      Kolaborasi team gizi untuk penyediaan nutrisi TKTP
·      Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisi TKTP dan banyak mengandung vitamin C
·      Yakinkan diet yang dikonsumsi mengandung cukup serat untuk mencegah konstipasi.
·      Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori.
·      Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi.

Monitor Nutrisi
·      Monitor BB jika  memungkinkan
·      Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
·      Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.
·      Monitor adanya mual muntah.
·      Kolaborasi untuk pemberian terapi sesuai order
·      Monitor adanya gangguan dalam input makanan misalnya perdarahan, bengkak dsb.
·      Monitor intake nutrisi dan kalori.
·      Monitor kadar energi, kelemahan dan kelelahan.

7
Sindrom defisit self care b/d kelemahan, penyakitnya
Setelah dilakukan askep … jam klien dan keluarga dapatmerawat diri : activity daily living (adl) dengan kritria :
·   kebutuhan klien sehari-hari terpenuhi (makan, berpakaian, toileting, berhias, hygiene, oral higiene)
·   klien bersih dan tidak bau.
Bantuan perawatan diri
·   Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri yang mandiri
·   Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan, berhias
·   Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
·   Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
·   Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
·   Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
·   dorong untuk melakukan secara mandiri tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
·   Berikan reinforcement positif atas usaha yang dilakukan.




Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO theproperty-developer